Yaitu beriman kepada asma�
Allah yang indah, dan sifat-Nya
yang mulia, sebagaimana
disebutkan di dalam al-Qur�an
dan ditetapkan oleh Rasulullah
saw tanpa tahrif, ta�thil, takyif
dan tamtsil. Asma� dan sifat itu
harus ditetapkan sebagaimana
dijelaskan tanpa bertanya
bagaimana, dan disertai dengan
keimanan terhadap makna
agung yang ditunjukkannya.
Itulah sifat-sifat Allah, yang harus
disifatkan demikian secara layak,
dan tidak oleh diserupakan
dengan sifat-sifat makhluk-Nya.
Allah berfirman
Tidak ada sesuatupun yang
serupa dengan Dia, dan Dia-lah
Yang Maha Mendengar lagi
Maha Melihat. (as-Syura:11)
Maka janganlah kamu
mengadakan sekutu-sekutu bagi
Allah. Sesungguhnya Allah
mengetahui, sedang kamu tidak
mengetahui. (an-Nahl:74)
Al-Auza�iy mengatakan, kami
dan para tabi�in merasa cukup
dengan mengatakan,
�Sesungguhnya Allah berada di
atas Arsy-Nya. Kami mengimani
penjelasan tentang sifat Allah
yang ada di dalam sunnah�
Ketika Rabi� bin Abu
Abdurrahman, gurunya Imam
Malik, ditanya tentang
bersemayamnya Allah, maka ia
menjawab, �Bersemayam itu
sudah diketahui maknanya,
bertanya bagaimana itu tidak
masuk akal. Dari Allah lah
turunnya risalah, dan tugas rasul
adalah menyampaikan dengan
sejelas-jelasnya, dan kewajiban
kita adalah membenarkannya�.
Dan ketika Imam Malik yang
ditanya tentang hal tersebut,
maka ia menjawab,
�Bersemayam itu sudah
diketahui maknanya, bertanya
bagaimana justru tidak diketahui
asalnya, mengimaninya wajib dan
menanyakannya adalah
bid�ah�
Syaikh al-Mujahid Imam
Abdullah bin al-Mubarak
berkata, �Kita mengenal Rabb
kita bahwa Dia berada di atas
langit-Nya, ada di atas arsy-Nya,
yang sangat jauh dari makhluk-
Nya�
Al-Auza�iy berkata, az-Zuhri
dan al-Mak-hul ditanya tentang
ayat sifat, keduanya menjawab,
�Ikutilah sebagaimana
diterangkan�
Al-Walid bin Muslim berkata,
Malik, al-Auza�I, al-Laits bin
Sa�d dan Sufyan ats-Tsauri
ditanya tentang khabar
mengenai sifat Allah, mereka
semua menjawab, �Ikutilah
sebagaimana diterangkan�[1].
Ahlus Sunnah wal Jama�ah
menetapkan asma� dan sifat
bagi Allah sebagaimana yang Dia
tetapkan untuk Diri-Nya sendiri
di dalam kitab-Nya, atau yang
ditetapkan oleh Rasulullah
Muhammad saw di dalam
sunnah beliau yang shahih.
Mereka mensucikan nama-nama
Allah dari musyabahah
(penyerupaan) terhadap
makhluk-Nya, dengan metode
penyucian yang terlepas dari
ta�thil (peniadaan). Dengan
demikian mereka bisa selamat
dari paradoks dan mereka
mengamalkan semua hal
berdasarkan kepada dalil-dalil.
Inilah sunnatullah bagi orang
yang berpegang teguh pada
kebenaran yang dibawa oleh
Rasul-Nya, sunnatullah bagi
orang yang mencurahkan
kekuatannya untuk berpegang
teguh pada al-haq, dan ikhlas
dalam memohon kepada Allah
agar Dia memberi taufiq pada al-
haq, dan menampakkan hujjah-
Nya sebagaimana firman Allah;
Sebenarnya Kami melontarkan
yang hak kepada yang batil lalu
yang hak itu menghancurkannya,
maka dengan serta merta yang
batil itu lenyap. (al-Anbiya�:18)
Seseorang menjadi kafir atau
rusak imannya apabila
menafikan asma� dan sifat yang
ditetapkan sendiri oleh Allah
atau ditetapkan oleh Rasulullah
saw. Sebagaimana firman Allah,
�Tidak ada sesuatupun yang
serupa dengan Dia, dan Dia-lah
Yang Maha Mendengar lagi
Maha Melihat, Allah memiliki
sifat-sifat yang sempurna dan
agung. Segala asma� dan sifat
yang diterangkan di dalam
Kitabullah dan Sunnah, maka
hal itu menunjukkan kepada
makna yang demikian. Meskipun
oleh sebagian kalangan
dinyatakan mustahil karena tidak
masuk akal dan adanya sebagian
asma dan sifat itu justru
merendahkan Allah, atau
meniadakan sebagian sifat yang
tidak masuk akal itu adalah
untuk mensucikan Allah,
menurut pengakuan mereka.
Terhadap argumen itu kami
jawab, sesungguhnya orang yang
menafikan asma dan sifat Allah,
tak diragukan lagi ia telah keluar
dari din ini, keluar dari iman,
tentunya tergantung pada sejauh
mana ia melakukan
penyimpangan. Ada di antara
mereka yang hanya keluar
secara parsial dan ada pula yang
keluar secara keseluruhan,
kepada Allahlah kita berlindung
dari kekeliruan tersebut.
Al-Hafidz Ibnu katsir menukil
dari Nu�aim bin Hammad al-
Khaza�iy, gurunya Imam
Bukhari, ia mengatakan, �Orang
yang menyerupakan Allah
dengan makhluk maka ia kufur,
orang yang menolak sifat yang
diberikan oleh Allah untuk diri-
Nya sendiri maka ia telah kafir,
Dan dalam sifat yang telah
diberikan oleh Allah untuk
diriNya sendiri, atau dijelaskan
oleh Rasulullah tidak ada
keserupaan dengan apa pun.
Maka orang yang menetapkan
asma� dan sifat yang
diterangkan di dalam ayat yang
sharih (jelas) dan khabar yang
sahih secara benar, sesuai
dengan keagungan Allah, serta
menafikan kekurangan dari
Allah, maka ia telah meniti jalan
petunjuk.
Dalam masalah ini telah terjadi
kekacauan sejak masa lalu
sehingga muncul kelompok-
kelompok sesat, dilihat dari kaca
mata tauhid, khususnya dalam
Asma� wa sifat Allah. Di antara
kelompok sesat itu adalah
Jahmiyah yang menafikan
Asma� wa sifat, Mu�tazilah
yang menetapkan adanya asma
Allah tetapi menafikan sifat
Allah, Asy�ariyyah yang
menetapkan asma Allah dan
sebagian sifat tetapi menafikan
sebagian sifat yang lain. Yang
benar dan yang lurus, adalah
pendapat salafus shalih, yang
menetapkan segala yang
ditetapkan oleh Allah dan Rasul-
Nya, tanpa ta�thil, takyif, tahrif
dan tamtsil. Mereka mengatakan
bahwa asma� dan sifat Allah itu,
Tidak ada sesuatupun yang
serupa dengan Dia, dan Dia-lah
Yang Maha Mendengar lagi
Maha Melihat. (as-Syura:11)